Thursday, August 9, 2012

다시… 사랑합니다 / Love Again (Chapter 4)


Pukul delapan lewat lima belas menit. Adis duduk di sofa merah marun ruang tamu sambil membolak-balik majalah tempat Tante Lidya menjadi editor. Ia menoleh ke arah tangga, menunggu Sang Joon untuk turun. Namun, yang ditunggu-tunggu belum tampak batang hidungya. Ia menoleh ke arah kanan dan menemukan meja dengan vas bunga berisi krisan putih. Tante Lidya senang sekali mendapat sebuket krisan putih dan langsung menaruhnya di vas ruang tamu ini. Adis tersenyum dan menyentuh bunga itu. Tapi kemudian senyumnya langsung hilang.
Gadis itu teringat ketika semalam ia terbangun di tengah malam karena kehausan, ia menemukan Sang Joon sedang memprotes ibunya. Adis yang ketika itu tengah memegang gelas dari dapur, bersembunyi di balik tembok dan mendengar percakapan Sang Joon dan ibunya. Sang Joon berkata kalau ibunya sengaja memaksanya untuk terus bersama Adis, dan ia tidak suka itu. Tante Lidya kemudian berkata bahwa itu adalah untuk kebaikan putranya. Adis tidak mengerti dengan percakapan tersebut, tapi ia menjadi tidak enak karena seperti telah dikatakan oleh Sang Joon, ia telah merusak liburan lelaki itu.
“Joon-ah…!” terdengar suara dari pintu depan.
Sontak Adis menoleh dan menemukan seorang laki-laki dengan celana jeans dan kaus berwarna biru laut dan menggendong seekor kucing jenis Scottish Fold berwarna putih abu-abu. Laki-laki itu tampak terkejut melihat Adis di situ.
“Oh, Pil Seong.” Adis tersenyum.
Pil Seong tampak tersenyum senang dan menghampiri Adis yang duduk di sofa, “Adis? Kapan datang?” tanyanya. Pil Seong adalah sahabat Sang Joon sejak kelas 5 di sekolah dasar dulu. Dan dia juga bisa berbahasa Indonesia dengan lancar. Sang Joon yang mengajarinya karena ia tertarik dengan berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia.
Sebelum Adis sempat menjawab, Sang Joon telah berdiri di anak tangga dan memanggil Pil Seong, “Ya, Pil Seong-ah!”
Pil Seong menoleh, begitu juga dengan Adis. Sang Joon kemudian menuruni tangga dan menghampiri keduanya di ruang tamu, dan bertanya ada apa.
“Wae?” tanya Pil Seong, “Aku tidak boleh datang ke sini? Apa karena ada Adis jadi aku tidak boleh datang ke sini?”
“Mwo?” Sang Joon melebarkan kedua matanya. Sekilas ia melirik Adis, namun gadis itu sibuk bermain dengan Nokcha, Scottish Fold milik Pil Seong yang tadi turun dari gendongan pemiliknya.
“Eiiii,” kata Pil Seong pada Sang Joon, namun kemudian ia beralih pada Adis, “Biasanya Nokcha tidak mudah bergaul dengan orang asing.”
“Nokcha?” tanya Adis sambil menggendong kucing Pil Seong dan berdiri di antara kedua lelaki di sana, “Nokcha artinya teh hijau, bukan?”
“Ne,” Pil Seong mengangguk, “Jom, kalian mau ke mana?” Pil Seong mengamati Sang Joon dan Adis yang berpakaian cukup rapi.
“Eomma menyuruhku menemaninya untuk jalan-jalan,” jawab Sang Joon.
“Kamu mau ikut?” tanya Adis pada Pil Seong disertai tatapan Sang Joon padanya.
“Kureom[1]…!” Pil Seong tampak senang. “Joon-ah, aku titip Nokcha di sini, ya.”
“Mwo?” tanya Sang Joon, tapi Pil Seong tidak peduli dan langsung berjalan menuju mobil sedan milik Sang Joon. “Ya! Kim Pil Seong!”
Adis segera menaruh Nokcha di lantai dan berjalan menyusul Pil Seong. Sang Joon segera mengambil kunci mobil dan berjalan menuju mobilnya. Kenapa Adis harus mengajak Pil Seong? batinnya.

₪ ₪ ₪

Sang Joon melirik Adis yang sedang membaca brosur pariwisata Jung-gu lewat spion dalam mobilnya, sementara Pil Seong yang duduk di sebelahnya sedang melihat-lihat CD yang ada di dalam mobil Sang Joon.
“Pil Seong-ah, lebih baik ke mana dulu?” tanya Adis masih sambil melihat brosur.
Alis Sang Joon terangkat sebelah. Kenapa dia bertanya pada Pil Seong? batinnya. Aku yang mengantarnya, kenapa Pil Seong yang ditanya?
“Um…” Pil Seong menoleh setelah memasukkan CD 2NE1 ke dalam CD player mobil Sang Joon. “Bagaimana kalau kita ke Ppuri Park? Dari situ kita bisa melanjutkan ke desa Hyo-Munhwa dan Kebun Binatang.”
Adis setuju sambil mengangguk. Sang Joon menoleh kepada Pil Seong dengan alis kanannya yang terangkat, sementara Pil Seong tampak tidak peduli dan menyenandungkan I Am The Best sambil sesekali menyebut, ”Dara Noona[2]~”
Selama perjalanan, Pil Seong dan Adis yang menikmati pemandangan di Daejeon, banyak mengobrol. Sementara itu Sang Joon lebih banyak diam sambil menyetir, namun matanya tidak pernah lepas dari kedua orang yang ada di dalam mobilnya.
“Eo, jeogi[3]!” tunjuk Adis ketika melihat batu besar bertuliskan Ppuri Park atau Ppuri Gongwon dalam bahasa Korea.
Sang Joon sedikit merendahkan kepalanya dan mengikuti telunjuk Adis. “Keutjo,” ucapnya, lalu memutar setir dan masuk ke dalam Ppuri Park. Ketika Sang Joon mengambil tiket parkir di loket parkir, petugas di sana sempat salah tingkah melihat Sang Joon. Mungkin ia mengira bahwa yang datang adalah salah satu personil Big Bang, TOP.
Sang Joon memarkir mobilnya, dan setelah itu Pil Seong dan Adis langsung keluar dan berjalan masuk ke dalam taman tersebut dengan gembira. Sang Joon sendiri berjalan gontai di belakang mereka sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana jeansnya, seperti biasa.
“Whoaaa…. Daebak[4]!” mata Adis membesar ketika melihat pemandangan alam yang indah aluran sungai Yudeung. Pil Seong juga melakukan hal yang sama dengan Adis walaupun ia sendiri berasal dari Daejeon. Dari bibir Sang Joon tersungging senyum kecil melihat dua orang yang tengah terpesona itu.
Sang Joon berjalan mendekat ke pinggir pagar pembatas di samping sungai dengan kedua tangan terlipat di dada dan senyum yang masih tersungging. Adis memegang pagar pembatas itu sementara Pil Seong menunjuk pepohonan hijau yang berbentuk seperti bukit di depan mereka.
Kemudian mereka berjalan mengelilingi taman tersebut masih dengan terpesona. Di dalam taman ini juga terdapat 136 patung yang melambangkan nama keluarga Korea dan asalnya. Pil Seong langsung berseru begitu melihat patung nomor 16 dengan nama keluarganya, Kim, yang berasal dari Buan.
Menghadap ke taman, terdapat Monumen Sannam yang tinggi menjulang dengan tiga tiang besarnya yang kemudian menjadi observatorium. Terdapat pula air mancur dengan bentuk bulat seperti bola di puncaknya dan tabung lebih kecil seperti bambu di sekelilingya yang memancurkan air, dan kepala naga yang mengelilingi pinggirannya.
Tiba-tiba Adis merasakan sesuatu yang dingin yang menyentuh telapak tangan kanannya. Ia menoleh ke bawah dan mendapatkan bahwa hal dingin yang dirasakan telapak tangannya adalah sebotol air mineral dingin. Kemudian ia mendapati Sang Joon berdiri di sebelah kanannya sedang menatap lurus air mancur tersebut. Ternyata air mineral dingin itu disodorkan oleh Sang Joon. Adis tersenyum dan mengucapkan terima kasih pada Sang Joon yang hanya mengangguk.
“Eo[5]?” tanya Pil Seong tiba-tiba, “Untukku mana?” tanyanya.
“Eobsseo[6].” jawab Sang Joon, “Kau beli saja sendiri.”
“WAEEE?” protes Pil Seong, “Kau pilih kasih, Joon-ah.”
“Kau kan lancar berbahasa Korea,” jawab Sang Joon santai. Adis terkikik sementara Pil Seong tampak sebal dan pergi ke toko dekat air mancur itu untuk membeli minuman.
Setelah itu, mereka meneruskan berjalan mengelilingi Ppuri Park. Terdapat Palgakjeong yang berbentuk seperti pendopo khas Korea sebagai tempat beristirahat, dan juga sebuah tempat seperti lapangan yang di sekelilingnya terdapat Jeongja atau patung-patung yang melambangkan 12 bintang atau zodiak yang mengenakan pakaian seperti biksu.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah lima sore sehingga rencana sebelumnya untuk melanjutkan perjalanan dari Ppuri Park ke desa Hyo-Munhwa tidak bisa dilanjutkan. Akhirnya, mereka memutuskan untuk pulang.
Selama perjalanan pulang, Pil Seong yang mengendarai mobil menggantikan Sang Joon yang kini duduk di sebelahnya. Sedangkan Adis, sedang sibuk mengunyah choco pie[7], sambil melihat pemandangan di luar. Tak lama kemudian, gadis itu tertidur.
Sang Joon menoleh dan tersenyum simpul melihat Adis. Ia mengambil bungkus choco pie yang telah kosong dari tangan gadis itu. Pil Seong melirik sahabatnya itu. Sudah lama sekali ia tidak melihat Sang Joon tersenyum seperti itu. Matanya yang tajam itu terlihat lembut, entah mengapa.
“Kenapa kau memaksakan diri?” ujar Pil Seong.
Sang Joon menoleh, “Mwo? Apa maksudmu?”
“Kenapa kau memaksakan diri untuk bersikap dingin terhadapnya?” lanjut Pil Seong sambil memajukan perseneling, “Padahal jelas-jelas kau peduli padanya, kan?”
“Anni.” balas Sang Joon, “Aku tidak pernah memaksakan diriku.”
“Ya, Joon-ah…” Pil Seong menoleh pada sahabatnya.
“Jika kau menjadi aku… Tidak, tidak. Itu tidak akan pernah terjadi.” Sang Joon meneguk air mineral dari botol dan kemudain memijat dahinya.

₪ ₪ ₪

Hari berikutnya, Pil Seong kembali ikut bersama Adis dan Sang Joon. Bosan, katanya. Rencananya, hari ini mereka berniat untuk ke Daejeon O! World di Sajeong-dong, distrik Jung. Jam delapan pagi mereka sudah bersiap untuk pergi. Seperti biasa, Adis menggunakan kaus oblong dan celana jeans, sedangkan hari ini Sang Joon dan Pil Seong menggunakan kemeja flannel lengan pendek dengan kaus putih tipis di dalamnya.
Adis akan duduk di belakang, sementara Pil Seong duduk di depan bersama Sang Joon yang menyetir mobilnya.
“Kita isi bensin dulu,” ujar Sang Joon sambil membuka pintu mobilnya, “Kemarin aku lupa.”
Adis dan Pil Seong mengangguk. Mereka juga segera membuka pintu mobil. Namun, tiba-tiba terdenagr suara perempuan berteriak dari luar pagar rumah Sang Joon.
“Oppa[8]~!” jerit gadis itu, “Sang Joon oppa~!”
Adis dan Pil Seong yang berniat masuk ke dalam mobil mengurungkan niat mereka, dan segera menjulurkan leher untuk melihat siapa yang memanggil, sementara Sang Joon terlihat memejamkan matanya.
Di luar pagar terlihat seorang gadis dengan rambut panjang berwarna cokelat medium, dengan jeans legging berwarna abu-abu dan muscle shirt atau kaus tanpa lengan dengan lubang besar untuk bagian tangan berwarna hijau toska sedang melambai-lambaikan tangan dengan penuh semangat dan mengulangi memanggil Sang Joon. Bahkan gadis itu pun melompat-lompat girang.
“Ige mwoya[9]?” ujar Pil Seong. Adis menoleh ke arah Sang Joon yang tengah menggaruk-garuk tengkuknya.
“Oppa!” gadis itu kini berlari menghampiri Sang Joon lalu memeluknya erat, “Sang Joon oppa… Nan bogoshippeo[10]!”
Sang Joon segera berontak dan melepaskan dirinya dari pelukan gadis itu. “Lepaskan aku.” ujarnya.
“Oppa, wae?” gadis itu tampak kesal, “Kita sudah lama tidak bertemu.”
“Kureom, wae[11]~?” sela Pil Seong, “Apa karena kalian lama tidak bertemu, kau bisa seenaknya memeluknya?”
Gadis itu menoleh pada Pil Seong, “Shikkeureo[12]!”
“Ya, Seo Min Ah!” Pil Seong tampak tidak suka, “Aku lebih tua darimu.”
“Sanggwan eobsseo[13].” jawab Min Ah. “Yang aku pedulikan hanya Sang Joon oppa.” Min Ah kembali memeluk Sang Joon, dan sekali lagi Sang Joon melepaskannya.
“Oppa~” rengek Min Ah, tapi Sang Joon tidak pedui dan langsung masuk ke dalam mobilnya dan menutup pintunya. Min Ah tampak kesal, dan kemudian ia melihat Adis berdiri di samping pintu belakang mobil, “Ah, kau datang lagi rupanya. Ada apa?”
“Waeyo?” tanya Adis sambil tersenyum, “Apa aku tidak boleh datang ke sini.”
“Ne, untuk apa kau datang ke sini?”
“Bahkan jika Tante Lidya yang memintaku untuk datang?”
“Mwo?”
Adis hanya tersenyum dan masuk ke dalam mobil. Dalam hatinya ia meruntuk kesal, kenapa harus bertemu lagi dengan Min Ah seperti tiga tahun lalu. Tiba-tiba Pil Seong yang akan masuk ke mobil ditarik oleh Min Ah, dan sebagai gantinya gadis itu yang duduk di sebelah Sang Joon.
Sang Joon menoleh dengan kening berkerut, “Kau mau apa?”
“Oppa, kau mau ke mana? Aku ikut ya? Ke manapun kau pergi, aku bersedia untuk ikut.” ujar Min Ah bertubi-tubi.
“Dia akan terjun ke jurang,” Pil Seong menunduk sehingga wajahnya menjadi dekat dengan Min Ah, “Sekarang kau keluar. Aku mau duduk.”
Min Ah mendelik pada Pil Seong, “Sirhyeo[14]!” ia lalu menarik pintu mobil, menutupnya dan menguncinya. “Tempatku adalah di sisi Sang Joon oppa.” ucapnya sambil tersenyum pada Sang Joon. Sang Joon sendiri hanya bisa menghembuskan napas dan menggeleng-gelengkan kepalanya, sementara Pil Seong memukul-mukul kaca mobil sambil menarik kenop pintu, berusaha membuka pintu yang telah dikunci Min Ah.

₪ ₪ ₪

Akhirnya, Min Ah berhasil untuk ikut bersama Adis, Sang Joon dan Pil Seong. Pil Seong sendiri akhirnya duduk di sebelah Adis dan menggerutu sepanjang jalan. Ia tidak begitu suka duduk di jok belakang, karena getaran mesin lebih terasa, menurutnya. Sepanjang jalan, Min Ah melingkarkan tangannya di lengan kanan Sang Joon, walaupun Sang Joon selalu mengelak dan berkata bahwa ia sedang menyetir. Adis sendiri memilih untuk memperhatikan pemandangan sekitar.
Daejeon O! World terdiri dari tiga bagian, yaitu kebun binatang, kebun bunga dan taman hiburan. Setelah Sang Joon memarkir mobilnya, mereka menuju kebun bunga terlebih dahulu. Terdapat banyak sekali bunga-bunga indah dan berwarna-warni di sana, seperti mawar, tulip, tanaman herbal dan juga tanaman empat musim. Di taman bunga ini juga terdapat beberapa air mancur, seperti air mancur yang ada di tengah danau, air mancur yang menyemburkan airnya dari pinggir kolam, dan juga air mancur yang berbentuk seperti tangga dengan patung putri duyung dan penyu.
Min Ah menarik Sang Joon untuk berfoto di tiap air mancur berkali-kali. Sang Joon sendiri malas melakukannya dan akhirnya berujung pada wajahnya yang terlihat kesal di tiap foto dan membuat Min Ah cemberut. Adis dan Pil Seong juga berfoto bersama di tiap air mancur, namun tidak sampai seheboh Min Ah.
Setelah mengunjungi taman bunga, mereka menuju ke teater 3 dimensi untuk menonton film tentang dinosaurus. Selama perjalanan menuju teater 3 dimensi itu, Min Ah terus mengapit lengan Sang Joon walaupun Sang Joon sendiri terlihat jengah dan beberapa kali berusaha melepaskan apitan gadis itu.
Tanpa disadari, mata Adis membesar melihat hal itu. Ia kemudian menarik tangan Pil Seong untuk berjalan mendahului Sang Joon dan Min Ah, agar cepat sampai ke teater tersebut. Sang Joon cukup kaget melihat hal tersebut. Matanya melebar.
Selesai berjalan-jalan dengan dinosaurus, mereka menuju kebun binatang dan disambut oleh oleh berbagai jenis patung binatang, seperti kuda nil. beruang dan harimau. Terdapat pula perosotan dengan kepala gajah di sana. Di dalamnya juga terdapat banyak binatang seperti harimau, beruang, kura-kura raksasa dan bahkan musang.
Adis mengedarkan pandangannya. Orang-orang yang datang ke sana memberi makan binatang-binatang yang ada dalam kandang. Tidak hanya dengan makanan yang dibeli dari mesin penjual otomatis, namun juga makanan seperti biskuit yang biasa dilemparkan oleh anak-anak kecil.
Adis rasa sebenarnya kebun binatang di sini tidak jauh berbeda dengan Ragunan, hanya saja di sini lebih bersih dan lebih banyak binatang yang ditangkarkan, yaitu sekitar 600 jenis. Dan juga terdapat beruang kutub!
“Ah, oppa! Oppa! Lihat, ada beruang!” tunjuk Min Ah dengan suara yang nyaring. Para pengunjung yang lain menoleh ke arahnya dan tertawa. Sang Joon tampak malu.
“Keu yeoja[15]…” gumam Pil Seong, “Lebih baik kita pura-pura tidak kenal.”
Adis tertawa dan mengangguk setuju. Pil Seong ikut tertawa dan Adis mendorongnya. Sang Joon menangkap adegan itu dan berdeham. Min Ah sendiri belum puas dan terus mencari perhatian Sang Joon.
“Ya!” kata Sang Joon, “Hajima[16]. Kau terlihat seperti orang yang belum pernah ke kebun binatang.”
“Wae? Aku kan senang bisa ke kebun binatang bersama oppa.” Min Ah tampak mengeluarkan aegyo[17]nya dengan cara menempelkan kedua telunjuknya di pipinya dan menggoyangkan pinggulnya membelakangi kandang simpanse.
Tiba-tiba saja Min Ah berteriak karena simpanse di belakangnya menjulurkan tangan dan memegang lengan Min Ah untuk meminta makanan. Gadis itu merengek pada Sang Joon, namun Sang Joon hanya tertawa dan dengan tidak peduli ia berlalu. Pil Seong dan Adis tertawa geli, dan sekali lagi Adis mendorong Pil Seong yang tidak bisa berhenti tertawa. Sekali lagi, hal itu ditangkap oleh mata Sang Joon.
Pil Seong menoleh dan mendapatkan Sang Joon tengah memperhatikannya dan Adis dengan wajah kaku. Laki-laki itu berhenti tertawa kemudian menoleh pada Adis yang tengah melihat meerkat manor, sejenis mamalia yang bisa berdiri dengan dua kaki belakangnya, dengan takjub. Kemudian ia menoleh lagi pada Sang Joon dan kemudian tersenyum jahil. Bibir bawahnya sedikit tergigit saat ia tersenyum.
Kemudian mereka menaiki bus untuk perjalanan safari. Pil Seong menarik Adis untuk duduk di sebelahnya, sementara Sang Joon telah ditarik oleh Min Ah untuk duduk bersamanya. Min Ah masih heboh seperti biasa, dan insiden di depan kandang simpanse sepertinya tidak memengaruhinya sama sekali. Sementara itu, Adis dan Pil Seong sibuk menunjuk-nunjuk hewan seperti llama, beruang, jerapah dan sebagainya dari kaca jendela bus dan memotretnya. Sang Joon memilih diam sambil memperhatikan Adis dan Pil Seong.
Bagian terakhir yang mereka kunjungi adalah taman hiburan yang bernama joy land. Joy land merupakan sebuah area yang di dalamnya terdapat berbagai macam atraksi. Joy land ini kemudian dibagi menjadi dua, yaitu Iris Plaza dekat air mancur dan patung-patung untuk bersantai dan Festival Zone yang di dalamnya terdapat berbagai macam atraksi.
Wahana pertama yang dinaiki oleh Adis, Sang Joon, Pil Seong dan Min Ah adalah Flume Ride, yaitu sejenis roller coaster. Flume Ride tidaklah seseram roller coaster dan bergerak melewati taman yang indah. Setelah itu mereka menaiki Super Viking yang berbentuk seperti perahu yang diayun selama lima menit. Seperti baisa, Min Ah menjerit-jerit memanggil oppa-nya, yaitu Sang Joon, yang terkesan cuek dan tidak memedulikan gadis itu.
Selesai menaiki Super Viking, mereka menaiki Giant Drop, sejenis wahana yang membawa penumpangnya naik tinggi kemudian menurunkannya dengan cepat, dan naik lagi selama satu menit empat puluh detik. Min Ah menarik Sang Joon dengan riang.
“Aku di tengah, dan oppa di pinggir untuk menjadi pelindungku,” ujarnya sambil duduk di kursi ketiga.
“Sirhyeo,” ujar Sang Joon sambil duduk di kursi kedua. “Aku juga mau di tengah.”
Pil Seong menaikkan sebelah alisnya. Ige mwoya? batinnya. Padahal aku berniat duduk di sebelah Adis.
Kini hanya tinggal dua kursi yang masing-masing dipinggir, yaitu kursi pertama dan keempat, karena satu sisi hanya terdapat empat kursi. Pil Seong kemudian memilih duduk di sebelah Min Ah, yaitu kursi keempat. Dengan begitu, Adis mendapatkan kursi pertama, di sebelah Sang Joon.
Min Ah mendelik melihat Adis duduk di sebelah Sang Joon. Tangannya menunjuk-nunjuk Adis walaupun pengaman telah dipasang. “Kenapa kau duduk di sebelah Sang Joon oppa?”
Adis menoleh, “Apa aku punya pilihan?”
“Ya, kau…” Min Ah kembali menunjuk-nunjuk Adis, namun Sang Joon memukul kecil tangan Min Ah agar turun. “Oppaaaa~” rengek Min Ah.
Sang Joon hanya melirik dengan malas.
“Oppaaa~ AAAAAARRRRRRHHHHH!!!!” saat Min Ah mengulangi rengekannya, tiba-tiba Giant Drop mulai naik dan membuat Min Ah kaget dan berteriak, walaupun wahana tersebut naik dengan pelan.
Pil Seong yang ada di sebelah Min Ah menoleh dengan kesal, “Shikkeureo!” katanya.
Lalu tiba-tiba wahana yang mereka naiki turun dengan kecepatan penuh dan membuat jeritan Min Ah semakin kencang. Sang Joon menoleh ke sebelah kanannya dan mendapatkan Adis, yang walaupun tidak berteriak, terlihat memejamkan matanya.
Ketika sekali lagi wahana itu naik dengan pelan, dan turun dengan kecepatan penuh, Adis kembali memejamkan matanya karena takut. Takut jika tiba-tiba saja pengaman yang dikenakannya lepas, dan ia terpental dan mati. Yah, siapa yang tahu. Sampai tiba-tiba Adis merasa genggaman di tangan kirinya. Ia memberanikan diri untuk membuka sebelah matanya dan menoleh. Sang Joon sedang menatapnya. Laki-laki itu tampak tenang dan tidak berteriak atau tampak tegang seperti Pil Seong.
Ketika Adis membuka kedua matanya, Sang Joon masih menatapnya dan makin erat menggenggam tangannya. Namun kemudian ia menatap lurus ke depan. Adis terpana, dan rasa takutnya hilang dalam sekejap. Sang Joon sendiri baru melepaskan genggaman tangannya pada tangan Adis ketika Giant Drop itu berhenti, dan pengaman yang dipasang pada tubuh mereka terbuka.
“Ah, anhae!” ujar Min Ah langsung bangkit meninggalkan Giant drop dengan suara yang cukup keras dan membuat Pil Seong menjadi kesal.
“Lagipula siapa yang mengajakmu ke sini? Kau sendiri yang mau ikut.”
Namun Min Ah tidak memedulikan perkataan Pil Seong dan justru berjalan menuju sebuah kafe. “Oppa~!” ia melambai-lambaikan tangan pada Sang Joon.
Sang Joon berjalan dengan gontai. Satu tangannya dimasukkan ke dalam saku celana jeansnya. Adis berjalan dengan jarak setengah meter di sebelahnya sambil menunduk. Gadis itu menerka-nerka kenapa Sang Joon menggenggam tangannya tadi. Apa Sang Joon masih peduli padaku? batinnya.
Di kafe itu mereka memesan patbingsu. Patbingsu adalah sejenis es serut dengan kacang merah. Namun, sekarang ini patbingsu biasanya berisikan buah-buahan seperti stroberi, kiwi, pisang, jeruk, susu kental manis, es krim, yoghurt, potongan kecil kue beras atau tteok dan juga kacang merah. Min Ah langsung memesan patbingsu dengan es krim rasa stroberi. Sang Joon dan Pil Seong memesan rasa vanilla sedangkan Adis rasa teh hijau.
Sang Joon memperhatikan mangkuk patbingsu Adis yang baru sampai. Gadis itu tidak suka kacang merah yang menjadi campuran es itu, dan biasanya ia akan memberikannya pada Sang Joon. Kali ini pun Adis menyisihkan kacang merah yang ada dalam mangkuk esnya.
“Wae?” tanya Pil Seong, “Kau tidak suka kacang merah?”
Adis menggeleng.
“Biar buatku saja,” Pil Seong mengambil kacang merah yang disisihkan oleh Adis dan memindahkannya ke mangkuknya. Sang Joon berdeham melihat hal itu.

₪ ₪ ₪

Seperti hari sebelumnya, Pil Seong yang mengemudikan mobil ketika pulang. Min Ah langsung menyeret Sang Joon untuk duduk di jok belakang. Kali ini Sang Joon diam saja dan membiarkan Min Ah menariknya masuk ke dalam mobil. Pil Seong dan Adis berdiri diam selama beberapa saat melihat hal tersebut sebelum masuk ke dalam mobil.
Min Ah melingkarkan tangannya di lengan Sang Joon dan menyenderkan kepalanya di bahu kiri Sang Joon. Sang Joon mengelak dan mendorong kepala Min Ah menjauh.
“Oppaaaaa~” rengek Min Ah.
Sang Joon menghela napas dan membiarkan Min Ah memeluk tangan dan bersandar pada bahunya. Ia lebih senang menopangkan siku kanannya pada jendela dan berkelana dalam pikirannya.
Wae keurae[18]? batin Sang Joon. Apa aku yang salah lihat atau memang Adis dan Pil Seong menjadi makin dekat? Apa ada unsur kesengajaan? Atau…?
Sang Joon mengusap-usap bibirnya dengan tangan kanan sambil memperhatikan Pil Seong yang sedang mengemudi dari belakang. Pil Seong bukannya tidak tampan. Wajahnya mirip Lee Yong Dae, atlet bulu tangkis kebanggaan Korea Selatan, dengan tinggi 180 sentimeter. Hampir setinggi Sang Joon yang 183 sentimeter. Bukan tidak mungkin Adis akan tertarik padanya. Ditambah, Pil Seong juga ramah pada gadis itu.
Pil Seong sendiri melirik aneh pada Sang Joon dari kaca spion. Ia bingung kenapa Sang Joon kali ini tidak menolak duduk di sebelah Min Ah, dan bahkan membiarkan gadis itu berlaku semaunya. Wae keurae? batinnya. Lalu ia melirik Adis yang duduk di sebelahnya dan memilih untuk melihat pemandangan di luar lewat kaca mobil.
Sang Joon sendiri masih tidak mengerti dan masih memperhatikan Pil Seong yang kini sedang menawarkan air mineral pada Adis.
Chamkkan[19], batin Sang Joon. Apa aku cemburu? Tapi, apa aku punya hak untuk itu?
Tiba-tiba ponsel Sang Joon berdering. Ia segera menyingkirkan tangan dan kepala Min Ah dari bahu dan lengannya, lalu mengambil ponselnya itu. Dari ibunya. Ia langsung menjawab telepon itu.
“Ah, gantungan TOP!” seru Min Ah berbinar, “Mirip oppa, ya.”
Adis segera menoleh dan mendapati strap ponsel dengan gantungan TOP yang menggantung di ponsel Sang Joon. Strap yang yang dibeli mereka dulu. Sang Joon tampak memandang Adis sesaat, lalu membuang muka dan kembali menjawab telepon dari ibunya.
Dia masih memakainya? batin Adis.



[1]Tentu saja.
[2]Panggilan laki-laki terhadap perempuan yang lebih tua/kakak perempuan.
[3]Oh, di sana!
[4]Hebat/menakjubkan.
[5]Uh/eh.
[6]Tidak ada.
[7]Kue bolu lembut berlapis cokelat dengan krim marshmallow di tengahnya dan berbentuk bulat, khas Korea.
[8]Panggilan perempuan terhadap laki-laki yang lebih tua/kakak laki-laki/pacar.
[9]Apa ini?
[10]Aku merindukanmu.
[11]Lalu kenapa?
[12]Berisik.
[13]Aku tidak peduli.
[14]Tidak mau.
[15]Gadis itu.
[16]Jangan lakukan itu.
[17]Bersikap lucu atau imut.
[18]Ada apa/apa yang salah.
[19]Tunggu.

No comments:

Post a Comment