Thursday, August 9, 2012

다시… 사랑합니다 / Love Again (Chapter 3)


Sang Joon menatap lurus ke depan sambil menyetir menuju distrik Jung atau Jung-gu, sementara Adis yang duduk di sampingnya memutar pandangannya sepanjang jalan. Sudah lama ia tidak melewati jalan-jalan ini, dan ia merindukannya. Kekagumannya terhadap keteraturan dan kebersihan kota ini tidak luntur. Mulut gadis itu menyunggingkan senyum lebar. Sang Joon dapat melihat bahwa gadis itu senang sekali.
Hari ini Adis berniat untuk pergi ke Eunhaeng-dong untuk melihat-lihat pusat perbelanjaan itu. Biasanya orang-orang baru akan pergi ke pusat perbelanjaan saat waktu kepulangan sudah dekat. Tapi hal itu tidak berlaku pada Adis. Menurutnya, apa yang ia suka harus dilakukan terlebih dahulu karena siapa yang tahu akan terjadi hal apa. Dan Sang Joon masih mengingat perkataan gadis itu.
Mobil yang dikendarai Sang Joon melewati jembatan yang di bawahnya terdapat sungai yang di pinggirannya terdapat taman kecil. Tidak berapa lama kemudian, Sang Joon memarkir mobilnya. Adis segera melepas sabuk pengaman dan keluar dan mendapati pot-pot di pinggir trotoar yang ditanami bunga berwarna-warni.
Adis berjalan sambil mengamati sekiratnya. Eunhaeng-dong merupakan pusat gaya hidup dinamik di Daejeon. Terdapat berbagai macam toko, café, maupun restoran lokal maupun internasional. Adis merasakan sensasi yang menyenangkan tiap kali berjalan di sini, karena ia bisa merasakan budaya Korea dari toko-toko lokal dan toko-toko internasional ditambah daerah ini juga diapit dua department store besar.
Sang Joon sendiri berjalan di belakang Adis dengan malas. Ia mengenakan jeans biru dengan kaus warna putih, sepatu sandal warna cokelat tua dan jam tangan melingkari tangan kanannya.
“Eoddie ga?” adalah kalimat pertama yang dikeluarkannya pada Adis sejak kemarin ia meminta trolley pada Adis di swalayan.
Adis menoleh, “Eunhaeng-dong.” jawabnya polos.
“Aku juga tau.” jawab Sang Joon, “Sekarang juga kita sudah ada di Eunhaeng-dong.”
“Lalu?” tanya Adis bingung.
Sang Joon merasa kesal dan menghampiri Adis sehingga saat ini ia berada di samping kiri gadis itu dan menatapnya, “Maksudku, kita mau ke mana di Eunhaeng-dong ini.”
Adis mengangguk-angguk, “Berputar-putar.”
“Hanya itu?” tanya Sang Joon yang dibalas oleh anggukan Adis. “Kamu hanya ingin berputar-putar? Anhae[1]!”
“Sang Joon-ah.” ujar Adis kemudian, “Kamu ini kenapa? Kenapa sepertinya kamu nggak suka sekali aku datang. Kamu masih mar…”
“Keutjyo,” potong Sang Joon. “Karena kamu datang, aku gagal liburan ke London bersama teman-temanku. Aku harus tinggal di sini untuk menemani kamu ke mana-mana. Aku harus menghabiskan liburanku untuk menemani kamu yang ingin liburan di sini. Kamu kira aku suka? Kamu kira ini liburan yang aku mau? Menemani kamu?” Ia mendekatkan wajahnya pada Adis.
Adis benar-benar kaget. Selain sejak ia tiba Sang Joon belum pernah berbicara sepanjang itu, ia juga tidak menyangka Sang Joon bisa mengeluarkan kata-kata seperti itu. Jadi itu yang membuat Sang Joon ketus terhadapnya? Terlebih tatapan matanya yang tajam.
“Ya sudah!” balas Adis kemudian, “Aku juga bisa sendiri.”
“Bagus kalau begitu.” ujar Sang Joon kembali menegakkan tubuhnya.
Adis menggembungkan pipinya, sementara Sang Joon membalikkan badannya dan berjalan ke arah sebaliknya sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya.
“Kamu jangan ngikutin aku!” teriak Adis kemudian.
“Tidak akan.” jawab Sang Joon santai sambil melambaikan tangannya tanpa menoleh pada Adis.
Walaupun Adis sendiri merasa kesal dengan Sang Joon, namun ia tidak bisa menyalahkan laki-laki itu sepenuhnya. Ia juga pasti punya ingin berlibur bersama teman-temannya, namun Adis telah merusaknya. Tapi caranya juga nggak gitu, kan? batin Adis.
Adis menghembuskan napas dan menyadari bahwa beberapa pasang mata mengamatinya dan Sang Joon tadi. Adis menatap mereka sekilas, lalu membungkuk dan berjalan menyusuri Eunghaeng-dong dengan perasaan masih kesal.
Sang Joon jahat, batinnya. Memangnya aku udah ngapain dia? Tapi ternyata pertanyaan terakhir tadi menimbulkan pertanyaan baru baginya. Apa yang telah dilakukannya pada Sang Joon?

₪ ₪ ₪

Adis berjalan menyusuri Eunhaeng-dong sambil mengedarkan pandangannya. Terdapat banyak sekali toko di sini, mulai dari toko baju, toko perlengkapan olah raga, toko sepatu, toko aksesoris, restoran, coffee shop, sampai toko bunga ada di sana.
Eunhaeng-dong tidak pernah sepi pengunjung terutama kaum hawa, dan di musim panas seperti ini terdapat banyak sekali gadis-gadis dengan tank top dan rok mini atau celana super pendek. Adis menunduk memperhatikan pakaiannya. Ia hanya menggunakan sneakers, jeans dan kaus oblong yang lengannya digulung sedikit dan tas selempang warna kremnya.
Adis kemudian berhenti di depan salah satu toko. Tiga tahun lalu toko itu sedang mengadakan diskon dan menaruh sebuah meja yang di atasnya ditata berbagai aksesoris. Adis tersenyum dan seakan-akan ia bisa melihat dirinya dan Sang Joon berdiri di sana, sedang memilih couple ring bersama. Adis segera mengeluarkan kalungnya dari balik kaus. Liontin kalung itu adalah salah satu cincin yang dulu ia beli bersama Sang Joon, dan entah kenapa saat mereka berpisah di bandara dulu Sang Joon tidak lagi memakainya.
Tanpa diketahui Adis, di balik sebuah tiang listrik di sudut jalan tengah berdiri Sang Joon yang memperhatikannya. Laki-laki itu kemudian segera memegang dadanya dan merasakan sesuatu di sana. Ia mengambil sesuatu dari dalam kausnya. Sebuah kalung dengan liontin berupa cincin. Cincin pasangan dari milik Adis.
Adis sendiri terkejut ketika seorang penjaga toko membuka pintu dan menyapanya. “Eosso oseyo.[2]
Adis tampak tersenyum dan membungkuk, lalu mengikuti penjaga toko itu masuk ke dalam. Sementara itu Sang Joon masih berdiri di tempatnya semula.
Apa dia mengingatnya? batin Sang Joon. Tapi dia masih menyimpannya. Apa dia…
Tiba-tiba Adis terlihat keluar dari toko tersebut dan kembali berjalan menyusuri Eunhaeng-dong sambil memegang tali tas selempangnya. Ia tampak tidak membeli apa-apa dari toko tersebut.
Sang Joon berjalan perlahan mengikuti Adis dari belakang dan berusaha agar tidak ketahuan. Kadang-kadang ia harus mundur dan bersembunyi di balik bangunan, toko ataupun tiang listrik saat Adis menoleh.
Kemudian Adis kembali berhenti di depan sebuah toko. Ia kembali tersenyum, teringat kenangannya bersama Sang Joon di sana. Tiga tahun lalu mereka sempat membeli strap ponsel bersama. Adis memilihkan strap ponsel dengan gantungan rapper Big Bang, TOP, untuk Sang Joon karena laki-laki itu mirip dengannya.
Adis sendiri tertawa mengingat hal tersebut, lalu mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. dan mengangkatnya. Strap ponselnya memiliki gantungan Taeyang. Kemudian ia kembali berjalan dan masuk ke beberapa toko dan keluar tanpa membawa belanjaan, sampai kemudian ia masuk ke salah satu toko roti di kavling dan membeli beberapa bun atau roti manis ber-topping kopi dengan isi butter, dan segelas es kopi. Ia memakan sebuah roti sambil terus berjalan sambil sesekali menyedot es kopinya.
Sang Joon berhenti di depan toko roti tersebut dan menoleh, lalu tertawa membaca nama toko tersebut yang menggunakan bahasa campuran, Indonesia dan Inggris. Ia lalu kembali berjalan mengikuti Adis. Gadis itu belum berubah rupanya.
Adis kemudian tampak berhenti di sebuah toko bunga, berjongkok di depan pot-pot tanaman yang ada di depan toko tersebut dan masuk ke dalamnya sambil membawa sebuah pot. Tidak lama kemudian ia tampak keluar dengan membawa sebuket bunga krisan berwarna putih dan menjinjing sebuah pot berisi tanaman euphorbia di tangan kirinya. Roti yang dibelinya tidak tampak, sepertinya dimasukkan ke dalam tas.
Sang Joon tampak terkesiap. Krisan putih adalah bunga kesukaan ibunya. Apa mungkin membeli bunga itu untuk ibunya? Ia lalu mengikuti langkah Adis kembali dari jarak sekitar 75 meter.
Adis berjalan ke arah Jung-dong yang terletak tidak jauh dari Eunhaeng-dong. Ia memang masih mengingat daerah sini. Ia berheti di sebuah jembatan dan tersenyum, lalu menuruni tangga menuju sebuah kolam kecil dengan batu-batu di pinggirannya di dekat sebuah sungai kecil.
Adis kemudian berjongkok di pinggir kolam tersebut dan menaruh pot euphorbia yang baru saja dibelinya di pinggirnya. Ia lalu bangkit dan memperhatikan air terjun mini di kolam itu. Dulu ia juga pernah ke sini bersama dengan Sang Joon. Sang Joon juga mengingat hal yang sama. Ia menatap lurus ke arah Adis dari atas jembatan.
Setelah itu Adis hanya berjalan-jalan di sekitar daerah itu dan sekitar pukul setengah tiga sore Adis telah berada di Seonhwa-dong yang terkenal sebagai food street. Ia kemudian masuk ke salah satu restoran dan memesan shin mandu ramyum atau mie pedas dengan pangsit. Adis memilih duduk di sebelah kaca, tempatnya dulu makan bersama Sang Joon.
Sang Joon-ah, batin Adis. Apa kamu masih ingat kita pernah ke sini? Padahal maksudku hari ini ingin mengajakmu ke tempat kita biasa pergi dulu. Tapi ternyata kamu justru marah-marah. Sang Joon-ah, apa kita bisa kembali seperti dulu?

₪ ₪ ₪

Adis berdiri di depan jalan raya sambil membawa sebuket bunga krisan putih di tangan kanan. Ia memperhatikan mobil-mobil yang lalu lalang di hadapannya. Sebenarnya ia sedang kebingungan bagaimana cara pulang ke rumah Tante Lidya. Ia memang tau daerah sini, tapi karena biasanya ia pergi bersama Sang Joon, ia tidak tahu bagaimana cara pulang dan harus naik bis ke mana.
Adis lalu mengeluarkan ponselnya dan memncet-mencet tombolnya untuk mencari rute untuk pulang. Dan entah kenapa tiba-tiba koneksi internet lama sekali, padahal biasanya cepat sekali.
Ketika Adis sedang kebingungan, tiba-tiba sebuah mobil sedan berhenti di depannya. Kaca mobil itu diturunkan dan terlihat Sang Joon di dalamnya. Laki-laki itu menoleh dan membukakan pintu mobil untuk Adis.
“Sang Joon?” tanya Adis bingung.
“Masuk, kita pulang.” kata Sang Joon.
Masih agak bingung, Adis menuruti kata-kata Sang Joon dan masuk ke dalam mobil. “Kamu…” ucap Adis terbata, “Ngikutin aku?”
Sang Joon menoleh, “Tidak. Kata siapa?”
“Terus… kok kamu bisa tau aku ada di sini?”
“Cuma berkeliling, lalu kulihat ada kamu di pinggir jalan.”
“Ooh…” Adis mengangguk.
“Kamu pasti tidak tahu jalan pulang.”
“Iya…” Adis kembali mengangguk, “Sang Joon-ah, terima kasih ya…”
“Hem…” ujar Sang Joon sambil terus menyetir. Ia sempat melihat gantungan di strap ponsel Adis yang bergambar Taeyang. Ponselnya pun masih memiliki gantungan yang sama, namun bergambar TOP.
Dengan berhati-hati, Adis menoleh dan mengamati Sang Joon yang tengah menyetir. Alisnya tebal dengan mata yang tajam, hidung mancung, garis wajah yang tegas dan lesung pipi di kedua pipinya. Benar-benar mirip TOP, pikirnya.
Dan… kenapa dia bisa tau aku di sini? batin Adis lagi. Dia mengikutiku? Atau... menungguku? Apa mungkin dia masih ingat semuanya dan tau aku akan pergi ke sini? Sang Joon-ah, kenapa kamu sulit sekali untuk dibaca?



[1]Aku tidak mau melakukannya.
[2]Selamat datang.

No comments:

Post a Comment