Sang Joon menatap lurus
ke depan sambil menyetir menuju distrik Jung atau Jung-gu, sementara Adis yang
duduk di sampingnya memutar pandangannya sepanjang jalan. Sudah lama ia tidak
melewati jalan-jalan ini, dan ia merindukannya. Kekagumannya terhadap
keteraturan dan kebersihan kota ini tidak luntur. Mulut gadis itu
menyunggingkan senyum lebar. Sang Joon dapat melihat bahwa gadis itu senang
sekali.
Hari ini Adis berniat untuk
pergi ke Eunhaeng-dong untuk melihat-lihat pusat perbelanjaan itu. Biasanya
orang-orang baru akan pergi ke pusat perbelanjaan saat waktu kepulangan sudah
dekat. Tapi hal itu tidak berlaku pada Adis. Menurutnya, apa yang ia suka harus
dilakukan terlebih dahulu karena siapa yang tahu akan terjadi hal apa. Dan Sang
Joon masih mengingat perkataan gadis itu.
Mobil yang dikendarai
Sang Joon melewati jembatan yang di bawahnya terdapat sungai yang di
pinggirannya terdapat taman kecil. Tidak berapa lama kemudian, Sang Joon
memarkir mobilnya. Adis segera melepas sabuk pengaman dan keluar dan mendapati
pot-pot di pinggir trotoar yang ditanami bunga berwarna-warni.
Adis berjalan sambil
mengamati sekiratnya. Eunhaeng-dong merupakan pusat gaya hidup dinamik di
Daejeon. Terdapat berbagai macam toko, café, maupun restoran lokal maupun
internasional. Adis merasakan sensasi yang menyenangkan tiap kali berjalan di sini,
karena ia bisa merasakan budaya Korea dari toko-toko lokal dan toko-toko
internasional ditambah daerah ini juga diapit dua department store besar.
Sang Joon sendiri
berjalan di belakang Adis dengan malas. Ia mengenakan jeans biru dengan kaus
warna putih, sepatu sandal warna cokelat tua dan jam tangan melingkari tangan
kanannya.
“Eoddie ga?” adalah
kalimat pertama yang dikeluarkannya pada Adis sejak kemarin ia meminta trolley
pada Adis di swalayan.
Adis menoleh,
“Eunhaeng-dong.” jawabnya polos.
“Aku juga tau.” jawab
Sang Joon, “Sekarang juga kita sudah ada di Eunhaeng-dong.”
“Lalu?” tanya Adis
bingung.
Sang Joon merasa kesal
dan menghampiri Adis sehingga saat ini ia berada di samping kiri gadis itu dan
menatapnya, “Maksudku, kita mau ke mana di Eunhaeng-dong ini.”
Adis mengangguk-angguk,
“Berputar-putar.”
“Hanya itu?” tanya Sang
Joon yang dibalas oleh anggukan Adis. “Kamu hanya ingin berputar-putar? Anhae[1]!”
“Sang Joon-ah.” ujar
Adis kemudian, “Kamu ini kenapa? Kenapa sepertinya kamu nggak suka sekali aku
datang. Kamu masih mar…”
“Keutjyo,” potong Sang
Joon. “Karena kamu datang, aku gagal liburan ke London bersama teman-temanku.
Aku harus tinggal di sini untuk menemani kamu ke mana-mana. Aku harus
menghabiskan liburanku untuk menemani kamu yang ingin liburan di sini. Kamu
kira aku suka? Kamu kira ini liburan yang aku mau? Menemani kamu?” Ia
mendekatkan wajahnya pada Adis.
Adis benar-benar kaget.
Selain sejak ia tiba Sang Joon belum pernah berbicara sepanjang itu, ia juga
tidak menyangka Sang Joon bisa mengeluarkan kata-kata seperti itu. Jadi itu
yang membuat Sang Joon ketus terhadapnya? Terlebih tatapan matanya yang tajam.
“Ya sudah!” balas Adis
kemudian, “Aku juga bisa sendiri.”
“Bagus kalau begitu.”
ujar Sang Joon kembali menegakkan tubuhnya.
Adis menggembungkan
pipinya, sementara Sang Joon membalikkan badannya dan berjalan ke arah
sebaliknya sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya.
“Kamu jangan ngikutin
aku!” teriak Adis kemudian.
“Tidak akan.” jawab
Sang Joon santai sambil melambaikan tangannya tanpa menoleh pada Adis.
Walaupun Adis sendiri
merasa kesal dengan Sang Joon, namun ia tidak bisa menyalahkan laki-laki itu
sepenuhnya. Ia juga pasti punya ingin berlibur bersama teman-temannya, namun
Adis telah merusaknya. Tapi caranya juga nggak gitu, kan? batin Adis.
Adis menghembuskan
napas dan menyadari bahwa beberapa pasang mata mengamatinya dan Sang Joon tadi.
Adis menatap mereka sekilas, lalu membungkuk dan berjalan menyusuri
Eunghaeng-dong dengan perasaan masih kesal.
Sang Joon jahat,
batinnya. Memangnya aku udah ngapain dia? Tapi ternyata pertanyaan terakhir
tadi menimbulkan pertanyaan baru baginya. Apa yang telah dilakukannya pada Sang
Joon?
₪ ₪ ₪
Adis berjalan menyusuri
Eunhaeng-dong sambil mengedarkan pandangannya. Terdapat banyak sekali toko di
sini, mulai dari toko baju, toko perlengkapan olah raga, toko sepatu, toko
aksesoris, restoran, coffee shop, sampai toko bunga ada di sana.
Eunhaeng-dong tidak
pernah sepi pengunjung terutama kaum hawa, dan di musim panas seperti ini
terdapat banyak sekali gadis-gadis dengan tank top dan rok mini atau celana
super pendek. Adis menunduk memperhatikan pakaiannya. Ia hanya menggunakan
sneakers, jeans dan kaus oblong yang lengannya digulung sedikit dan tas
selempang warna kremnya.
Adis kemudian berhenti
di depan salah satu toko. Tiga tahun lalu toko itu sedang mengadakan diskon dan
menaruh sebuah meja yang di atasnya ditata berbagai aksesoris. Adis tersenyum
dan seakan-akan ia bisa melihat dirinya dan Sang Joon berdiri di sana, sedang
memilih couple ring bersama. Adis segera mengeluarkan kalungnya dari balik
kaus. Liontin kalung itu adalah salah satu cincin yang dulu ia beli bersama
Sang Joon, dan entah kenapa saat mereka berpisah di bandara dulu Sang Joon
tidak lagi memakainya.
Tanpa diketahui Adis,
di balik sebuah tiang listrik di sudut jalan tengah berdiri Sang Joon yang
memperhatikannya. Laki-laki itu kemudian segera memegang dadanya dan merasakan
sesuatu di sana. Ia mengambil sesuatu dari dalam kausnya. Sebuah kalung dengan
liontin berupa cincin. Cincin pasangan dari milik Adis.
Adis sendiri terkejut
ketika seorang penjaga toko membuka pintu dan menyapanya. “Eosso oseyo.[2]”
Adis tampak tersenyum
dan membungkuk, lalu mengikuti penjaga toko itu masuk ke dalam. Sementara itu
Sang Joon masih berdiri di tempatnya semula.
Apa dia mengingatnya?
batin Sang Joon. Tapi dia masih menyimpannya. Apa dia…
Tiba-tiba Adis terlihat
keluar dari toko tersebut dan kembali berjalan menyusuri Eunhaeng-dong sambil
memegang tali tas selempangnya. Ia tampak tidak membeli apa-apa dari toko
tersebut.
Sang Joon berjalan
perlahan mengikuti Adis dari belakang dan berusaha agar tidak ketahuan.
Kadang-kadang ia harus mundur dan bersembunyi di balik bangunan, toko ataupun
tiang listrik saat Adis menoleh.
Kemudian Adis kembali
berhenti di depan sebuah toko. Ia kembali tersenyum, teringat kenangannya
bersama Sang Joon di sana. Tiga tahun lalu mereka sempat membeli strap ponsel
bersama. Adis memilihkan strap ponsel dengan gantungan rapper Big Bang, TOP,
untuk Sang Joon karena laki-laki itu mirip dengannya.
Adis sendiri tertawa
mengingat hal tersebut, lalu mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. dan
mengangkatnya. Strap ponselnya memiliki gantungan Taeyang. Kemudian ia kembali
berjalan dan masuk ke beberapa toko dan keluar tanpa membawa belanjaan, sampai
kemudian ia masuk ke salah satu toko roti di kavling dan membeli beberapa bun
atau roti manis ber-topping kopi dengan isi butter, dan segelas es kopi. Ia
memakan sebuah roti sambil terus berjalan sambil sesekali menyedot es kopinya.
Sang Joon berhenti di
depan toko roti tersebut dan menoleh, lalu tertawa membaca nama toko tersebut
yang menggunakan bahasa campuran, Indonesia dan Inggris. Ia lalu kembali
berjalan mengikuti Adis. Gadis itu belum berubah rupanya.
Adis kemudian tampak
berhenti di sebuah toko bunga, berjongkok di depan pot-pot tanaman yang ada di
depan toko tersebut dan masuk ke dalamnya sambil membawa sebuah pot. Tidak lama
kemudian ia tampak keluar dengan membawa sebuket bunga krisan berwarna putih
dan menjinjing sebuah pot berisi tanaman euphorbia di tangan kirinya. Roti yang
dibelinya tidak tampak, sepertinya dimasukkan ke dalam tas.
Sang Joon tampak
terkesiap. Krisan putih adalah bunga kesukaan ibunya. Apa mungkin membeli bunga
itu untuk ibunya? Ia lalu mengikuti langkah Adis kembali dari jarak sekitar 75
meter.
Adis berjalan ke arah
Jung-dong yang terletak tidak jauh dari Eunhaeng-dong. Ia memang masih
mengingat daerah sini. Ia berheti di sebuah jembatan dan tersenyum, lalu
menuruni tangga menuju sebuah kolam kecil dengan batu-batu di pinggirannya di
dekat sebuah sungai kecil.
Adis kemudian
berjongkok di pinggir kolam tersebut dan menaruh pot euphorbia yang baru saja
dibelinya di pinggirnya. Ia lalu bangkit dan memperhatikan air terjun mini di
kolam itu. Dulu ia juga pernah ke sini bersama dengan Sang Joon. Sang Joon juga
mengingat hal yang sama. Ia menatap lurus ke arah Adis dari atas jembatan.
Setelah itu Adis hanya
berjalan-jalan di sekitar daerah itu dan sekitar pukul setengah tiga sore Adis
telah berada di Seonhwa-dong yang terkenal sebagai food street. Ia kemudian
masuk ke salah satu restoran dan memesan shin mandu ramyum atau mie pedas
dengan pangsit. Adis memilih duduk di sebelah kaca, tempatnya dulu makan
bersama Sang Joon.
Sang Joon-ah, batin
Adis. Apa kamu masih ingat kita pernah ke sini? Padahal maksudku hari ini ingin
mengajakmu ke tempat kita biasa pergi dulu. Tapi ternyata kamu justru
marah-marah. Sang Joon-ah, apa kita bisa kembali seperti dulu?
₪ ₪ ₪
Adis berdiri di depan
jalan raya sambil membawa sebuket bunga krisan putih di tangan kanan. Ia
memperhatikan mobil-mobil yang lalu lalang di hadapannya. Sebenarnya ia sedang
kebingungan bagaimana cara pulang ke rumah Tante Lidya. Ia memang tau daerah
sini, tapi karena biasanya ia pergi bersama Sang Joon, ia tidak tahu bagaimana
cara pulang dan harus naik bis ke mana.
Adis lalu mengeluarkan
ponselnya dan memncet-mencet tombolnya untuk mencari rute untuk pulang. Dan
entah kenapa tiba-tiba koneksi internet lama sekali, padahal biasanya cepat
sekali.
Ketika Adis sedang
kebingungan, tiba-tiba sebuah mobil sedan berhenti di depannya. Kaca mobil itu
diturunkan dan terlihat Sang Joon di dalamnya. Laki-laki itu menoleh dan
membukakan pintu mobil untuk Adis.
“Sang Joon?” tanya Adis
bingung.
“Masuk, kita pulang.”
kata Sang Joon.
Masih agak bingung,
Adis menuruti kata-kata Sang Joon dan masuk ke dalam mobil. “Kamu…” ucap Adis
terbata, “Ngikutin aku?”
Sang Joon menoleh,
“Tidak. Kata siapa?”
“Terus… kok kamu bisa
tau aku ada di sini?”
“Cuma berkeliling, lalu
kulihat ada kamu di pinggir jalan.”
“Ooh…” Adis mengangguk.
“Kamu pasti tidak tahu
jalan pulang.”
“Iya…” Adis kembali
mengangguk, “Sang Joon-ah, terima kasih ya…”
“Hem…” ujar Sang Joon
sambil terus menyetir. Ia sempat melihat gantungan di strap ponsel Adis yang
bergambar Taeyang. Ponselnya pun masih memiliki gantungan yang sama, namun
bergambar TOP.
Dengan berhati-hati, Adis
menoleh dan mengamati Sang Joon yang tengah menyetir. Alisnya tebal dengan mata
yang tajam, hidung mancung, garis wajah yang tegas dan lesung pipi di kedua
pipinya. Benar-benar mirip TOP, pikirnya.
Dan… kenapa dia bisa tau aku di sini? batin Adis
lagi. Dia mengikutiku? Atau... menungguku? Apa mungkin dia masih ingat semuanya
dan tau aku akan pergi ke sini? Sang Joon-ah, kenapa kamu sulit sekali untuk
dibaca?
No comments:
Post a Comment