Pukul delapan lewat
lima belas menit. Adis duduk di sofa merah marun ruang tamu sambil
membolak-balik majalah tempat Tante Lidya menjadi editor. Ia menoleh ke arah
tangga, menunggu Sang Joon untuk turun. Namun, yang ditunggu-tunggu belum
tampak batang hidungya. Ia menoleh ke arah kanan dan menemukan meja dengan vas
bunga berisi krisan putih. Tante Lidya senang sekali mendapat sebuket krisan
putih dan langsung menaruhnya di vas ruang tamu ini. Adis tersenyum dan
menyentuh bunga itu. Tapi kemudian senyumnya langsung hilang.
Gadis itu teringat
ketika semalam ia terbangun di tengah malam karena kehausan, ia menemukan Sang
Joon sedang memprotes ibunya. Adis yang ketika itu tengah memegang gelas dari
dapur, bersembunyi di balik tembok dan mendengar percakapan Sang Joon dan
ibunya. Sang Joon berkata kalau ibunya sengaja memaksanya untuk terus bersama
Adis, dan ia tidak suka itu. Tante Lidya kemudian berkata bahwa itu adalah
untuk kebaikan putranya. Adis tidak mengerti dengan percakapan tersebut, tapi
ia menjadi tidak enak karena seperti telah dikatakan oleh Sang Joon, ia telah
merusak liburan lelaki itu.
“Joon-ah…!” terdengar
suara dari pintu depan.
Sontak Adis menoleh dan
menemukan seorang laki-laki dengan celana jeans dan kaus berwarna biru laut dan
menggendong seekor kucing jenis Scottish Fold berwarna putih abu-abu. Laki-laki
itu tampak terkejut melihat Adis di situ.
“Oh, Pil Seong.” Adis
tersenyum.
Pil Seong tampak
tersenyum senang dan menghampiri Adis yang duduk di sofa, “Adis? Kapan datang?”
tanyanya. Pil Seong adalah sahabat Sang Joon sejak kelas 5 di sekolah dasar
dulu. Dan dia juga bisa berbahasa Indonesia dengan lancar. Sang Joon yang
mengajarinya karena ia tertarik dengan berbagai bahasa, termasuk bahasa
Indonesia.
Sebelum Adis sempat
menjawab, Sang Joon telah berdiri di anak tangga dan memanggil Pil Seong, “Ya,
Pil Seong-ah!”
Pil Seong menoleh,
begitu juga dengan Adis. Sang Joon kemudian menuruni tangga dan menghampiri
keduanya di ruang tamu, dan bertanya ada apa.
“Wae?” tanya Pil Seong,
“Aku tidak boleh datang ke sini? Apa karena ada Adis jadi aku tidak boleh
datang ke sini?”
“Mwo?” Sang Joon
melebarkan kedua matanya. Sekilas ia melirik Adis, namun gadis itu sibuk
bermain dengan Nokcha, Scottish Fold milik Pil Seong yang tadi turun dari
gendongan pemiliknya.
“Eiiii,” kata Pil Seong
pada Sang Joon, namun kemudian ia beralih pada Adis, “Biasanya Nokcha tidak
mudah bergaul dengan orang asing.”
“Nokcha?” tanya Adis
sambil menggendong kucing Pil Seong dan berdiri di antara kedua lelaki di sana,
“Nokcha artinya teh hijau, bukan?”
“Ne,” Pil Seong
mengangguk, “Jom, kalian mau ke mana?” Pil Seong mengamati Sang Joon dan Adis
yang berpakaian cukup rapi.
“Eomma menyuruhku
menemaninya untuk jalan-jalan,” jawab Sang Joon.
“Kamu mau ikut?” tanya
Adis pada Pil Seong disertai tatapan Sang Joon padanya.
“Kureom…!”
Pil Seong tampak senang. “Joon-ah, aku titip Nokcha di sini, ya.”
“Mwo?” tanya Sang Joon,
tapi Pil Seong tidak peduli dan langsung berjalan menuju mobil sedan milik Sang
Joon. “Ya! Kim Pil Seong!”
Adis segera menaruh
Nokcha di lantai dan berjalan menyusul Pil Seong. Sang Joon segera mengambil
kunci mobil dan berjalan menuju mobilnya. Kenapa Adis harus mengajak Pil Seong?
batinnya.
₪ ₪ ₪
Sang Joon melirik Adis
yang sedang membaca brosur pariwisata Jung-gu lewat spion dalam mobilnya,
sementara Pil Seong yang duduk di sebelahnya sedang melihat-lihat CD yang ada
di dalam mobil Sang Joon.
“Pil Seong-ah, lebih
baik ke mana dulu?” tanya Adis masih sambil melihat brosur.
Alis Sang Joon
terangkat sebelah. Kenapa dia bertanya pada Pil Seong? batinnya. Aku yang
mengantarnya, kenapa Pil Seong yang ditanya?
“Um…” Pil Seong menoleh
setelah memasukkan CD 2NE1 ke dalam CD player mobil Sang Joon. “Bagaimana kalau
kita ke Ppuri Park? Dari situ kita bisa melanjutkan ke desa Hyo-Munhwa dan
Kebun Binatang.”
Adis setuju sambil
mengangguk. Sang Joon menoleh kepada Pil Seong dengan alis kanannya yang
terangkat, sementara Pil Seong tampak tidak peduli dan menyenandungkan I Am The
Best sambil sesekali menyebut, ”Dara Noona~”
Selama perjalanan, Pil
Seong dan Adis yang menikmati pemandangan di Daejeon, banyak mengobrol.
Sementara itu Sang Joon lebih banyak diam sambil menyetir, namun matanya tidak
pernah lepas dari kedua orang yang ada di dalam mobilnya.
“Eo, jeogi!”
tunjuk Adis ketika melihat batu besar bertuliskan Ppuri Park atau Ppuri Gongwon
dalam bahasa Korea.
Sang Joon sedikit
merendahkan kepalanya dan mengikuti telunjuk Adis. “Keutjo,” ucapnya, lalu memutar
setir dan masuk ke dalam Ppuri Park. Ketika Sang Joon mengambil tiket parkir di
loket parkir, petugas di sana sempat salah tingkah melihat Sang Joon. Mungkin
ia mengira bahwa yang datang adalah salah satu personil Big Bang, TOP.
Sang Joon memarkir mobilnya,
dan setelah itu Pil Seong dan Adis langsung keluar dan berjalan masuk ke dalam
taman tersebut dengan gembira. Sang Joon sendiri berjalan gontai di belakang
mereka sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana jeansnya, seperti
biasa.
“Whoaaa…. Daebak!”
mata Adis membesar ketika melihat pemandangan alam yang indah aluran sungai
Yudeung. Pil Seong juga melakukan hal yang sama dengan Adis walaupun ia sendiri
berasal dari Daejeon. Dari bibir Sang Joon tersungging senyum kecil melihat dua
orang yang tengah terpesona itu.
Sang Joon berjalan
mendekat ke pinggir pagar pembatas di samping sungai dengan kedua tangan
terlipat di dada dan senyum yang masih tersungging. Adis memegang pagar
pembatas itu sementara Pil Seong menunjuk pepohonan hijau yang berbentuk
seperti bukit di depan mereka.
Kemudian mereka
berjalan mengelilingi taman tersebut masih dengan terpesona. Di dalam taman ini
juga terdapat 136 patung yang melambangkan nama keluarga Korea dan asalnya. Pil
Seong langsung berseru begitu melihat patung nomor 16 dengan nama keluarganya,
Kim, yang berasal dari Buan.
Menghadap ke taman,
terdapat Monumen Sannam yang tinggi menjulang dengan tiga tiang besarnya yang
kemudian menjadi observatorium. Terdapat pula air mancur dengan bentuk bulat
seperti bola di puncaknya dan tabung lebih kecil seperti bambu di sekelilingya
yang memancurkan air, dan kepala naga yang mengelilingi pinggirannya.
Tiba-tiba Adis
merasakan sesuatu yang dingin yang menyentuh telapak tangan kanannya. Ia
menoleh ke bawah dan mendapatkan bahwa hal dingin yang dirasakan telapak
tangannya adalah sebotol air mineral dingin. Kemudian ia mendapati Sang Joon
berdiri di sebelah kanannya sedang menatap lurus air mancur tersebut. Ternyata
air mineral dingin itu disodorkan oleh Sang Joon. Adis tersenyum dan
mengucapkan terima kasih pada Sang Joon yang hanya mengangguk.
“Eo?”
tanya Pil Seong tiba-tiba, “Untukku mana?” tanyanya.
“Eobsseo.”
jawab Sang Joon, “Kau beli saja sendiri.”
“WAEEE?” protes Pil
Seong, “Kau pilih kasih, Joon-ah.”
“Kau kan lancar berbahasa
Korea,” jawab Sang Joon santai. Adis terkikik sementara Pil Seong tampak sebal
dan pergi ke toko dekat air mancur itu untuk membeli minuman.
Setelah itu, mereka
meneruskan berjalan mengelilingi Ppuri Park. Terdapat Palgakjeong yang
berbentuk seperti pendopo khas Korea sebagai tempat beristirahat, dan juga
sebuah tempat seperti lapangan yang di sekelilingnya terdapat Jeongja atau
patung-patung yang melambangkan 12 bintang atau zodiak yang mengenakan pakaian
seperti biksu.
Jam sudah menunjukkan
pukul setengah lima sore sehingga rencana sebelumnya untuk melanjutkan
perjalanan dari Ppuri Park ke desa Hyo-Munhwa tidak bisa dilanjutkan. Akhirnya,
mereka memutuskan untuk pulang.
Selama perjalanan
pulang, Pil Seong yang mengendarai mobil menggantikan Sang Joon yang kini duduk
di sebelahnya. Sedangkan Adis, sedang sibuk mengunyah choco pie,
sambil melihat pemandangan di luar. Tak lama kemudian, gadis itu tertidur.
Sang Joon menoleh dan
tersenyum simpul melihat Adis. Ia mengambil bungkus choco pie yang telah kosong
dari tangan gadis itu. Pil Seong melirik sahabatnya itu. Sudah lama sekali ia
tidak melihat Sang Joon tersenyum seperti itu. Matanya yang tajam itu terlihat
lembut, entah mengapa.
“Kenapa kau memaksakan
diri?” ujar Pil Seong.
Sang Joon menoleh, “Mwo?
Apa maksudmu?”
“Kenapa kau memaksakan
diri untuk bersikap dingin terhadapnya?” lanjut Pil Seong sambil memajukan
perseneling, “Padahal jelas-jelas kau peduli padanya, kan?”
“Anni.” balas Sang
Joon, “Aku tidak pernah memaksakan diriku.”
“Ya, Joon-ah…” Pil
Seong menoleh pada sahabatnya.
“Jika kau menjadi aku…
Tidak, tidak. Itu tidak akan pernah terjadi.” Sang Joon meneguk air mineral
dari botol dan kemudain memijat dahinya.
₪ ₪ ₪
Hari berikutnya, Pil
Seong kembali ikut bersama Adis dan Sang Joon. Bosan, katanya. Rencananya, hari
ini mereka berniat untuk ke Daejeon O! World di Sajeong-dong, distrik Jung. Jam
delapan pagi mereka sudah bersiap untuk pergi. Seperti biasa, Adis menggunakan
kaus oblong dan celana jeans, sedangkan hari ini Sang Joon dan Pil Seong
menggunakan kemeja flannel lengan pendek dengan kaus putih tipis di dalamnya.
Adis akan duduk di
belakang, sementara Pil Seong duduk di depan bersama Sang Joon yang menyetir
mobilnya.
“Kita isi bensin dulu,”
ujar Sang Joon sambil membuka pintu mobilnya, “Kemarin aku lupa.”
Adis dan Pil Seong
mengangguk. Mereka juga segera membuka pintu mobil. Namun, tiba-tiba terdenagr
suara perempuan berteriak dari luar pagar rumah Sang Joon.
“Oppa~!”
jerit gadis itu, “Sang Joon oppa~!”
Adis dan Pil Seong yang
berniat masuk ke dalam mobil mengurungkan niat mereka, dan segera menjulurkan
leher untuk melihat siapa yang memanggil, sementara Sang Joon terlihat
memejamkan matanya.
Di luar pagar terlihat
seorang gadis dengan rambut panjang berwarna cokelat medium, dengan jeans
legging berwarna abu-abu dan muscle shirt atau kaus tanpa lengan dengan lubang
besar untuk bagian tangan berwarna hijau toska sedang melambai-lambaikan tangan
dengan penuh semangat dan mengulangi memanggil Sang Joon. Bahkan gadis itu pun
melompat-lompat girang.
“Ige mwoya?”
ujar Pil Seong. Adis menoleh ke arah Sang Joon yang tengah menggaruk-garuk
tengkuknya.
“Oppa!” gadis itu kini
berlari menghampiri Sang Joon lalu memeluknya erat, “Sang Joon oppa… Nan
bogoshippeo!”
Sang Joon segera
berontak dan melepaskan dirinya dari pelukan gadis itu. “Lepaskan aku.”
ujarnya.
“Oppa, wae?” gadis itu
tampak kesal, “Kita sudah lama tidak bertemu.”
“Kureom, wae~?”
sela Pil Seong, “Apa karena kalian lama tidak bertemu, kau bisa seenaknya
memeluknya?”
Gadis itu menoleh pada
Pil Seong, “Shikkeureo!”
“Ya, Seo Min Ah!” Pil
Seong tampak tidak suka, “Aku lebih tua darimu.”
“Sanggwan eobsseo.”
jawab Min Ah. “Yang aku pedulikan hanya Sang Joon oppa.” Min Ah kembali memeluk
Sang Joon, dan sekali lagi Sang Joon melepaskannya.
“Oppa~” rengek Min Ah,
tapi Sang Joon tidak pedui dan langsung masuk ke dalam mobilnya dan menutup
pintunya. Min Ah tampak kesal, dan kemudian ia melihat Adis berdiri di samping
pintu belakang mobil, “Ah, kau datang lagi rupanya. Ada apa?”
“Waeyo?” tanya Adis
sambil tersenyum, “Apa aku tidak boleh datang ke sini.”
“Ne, untuk apa kau
datang ke sini?”
“Bahkan jika Tante
Lidya yang memintaku untuk datang?”
“Mwo?”
Adis hanya tersenyum
dan masuk ke dalam mobil. Dalam hatinya ia meruntuk kesal, kenapa harus bertemu
lagi dengan Min Ah seperti tiga tahun lalu. Tiba-tiba Pil Seong yang akan masuk
ke mobil ditarik oleh Min Ah, dan sebagai gantinya gadis itu yang duduk di
sebelah Sang Joon.
Sang Joon menoleh
dengan kening berkerut, “Kau mau apa?”
“Oppa, kau mau ke mana?
Aku ikut ya? Ke manapun kau pergi, aku bersedia untuk ikut.” ujar Min Ah
bertubi-tubi.
“Dia akan terjun ke
jurang,” Pil Seong menunduk sehingga wajahnya menjadi dekat dengan Min Ah,
“Sekarang kau keluar. Aku mau duduk.”
Min Ah mendelik pada
Pil Seong, “Sirhyeo!”
ia lalu menarik pintu mobil, menutupnya dan menguncinya. “Tempatku adalah di
sisi Sang Joon oppa.” ucapnya sambil tersenyum pada Sang Joon. Sang Joon
sendiri hanya bisa menghembuskan napas dan menggeleng-gelengkan kepalanya,
sementara Pil Seong memukul-mukul kaca mobil sambil menarik kenop pintu,
berusaha membuka pintu yang telah dikunci Min Ah.
₪ ₪ ₪
Akhirnya, Min Ah
berhasil untuk ikut bersama Adis, Sang Joon dan Pil Seong. Pil Seong sendiri
akhirnya duduk di sebelah Adis dan menggerutu sepanjang jalan. Ia tidak begitu
suka duduk di jok belakang, karena getaran mesin lebih terasa, menurutnya.
Sepanjang jalan, Min Ah melingkarkan tangannya di lengan kanan Sang Joon, walaupun
Sang Joon selalu mengelak dan berkata bahwa ia sedang menyetir. Adis sendiri memilih
untuk memperhatikan pemandangan sekitar.
Daejeon O! World
terdiri dari tiga bagian, yaitu kebun binatang, kebun bunga dan taman hiburan.
Setelah Sang Joon memarkir mobilnya, mereka menuju kebun bunga terlebih dahulu.
Terdapat banyak sekali bunga-bunga indah dan berwarna-warni di sana, seperti
mawar, tulip, tanaman herbal dan juga tanaman empat musim. Di taman bunga ini
juga terdapat beberapa air mancur, seperti air mancur yang ada di tengah danau,
air mancur yang menyemburkan airnya dari pinggir kolam, dan juga air mancur
yang berbentuk seperti tangga dengan patung putri duyung dan penyu.
Min Ah menarik Sang
Joon untuk berfoto di tiap air mancur berkali-kali. Sang Joon sendiri malas
melakukannya dan akhirnya berujung pada wajahnya yang terlihat kesal di tiap
foto dan membuat Min Ah cemberut. Adis dan Pil Seong juga berfoto bersama di
tiap air mancur, namun tidak sampai seheboh Min Ah.
Setelah mengunjungi
taman bunga, mereka menuju ke teater 3 dimensi untuk menonton film tentang
dinosaurus. Selama perjalanan menuju teater 3 dimensi itu, Min Ah terus
mengapit lengan Sang Joon walaupun Sang Joon sendiri terlihat jengah dan
beberapa kali berusaha melepaskan apitan gadis itu.
Tanpa disadari, mata
Adis membesar melihat hal itu. Ia kemudian menarik tangan Pil Seong untuk
berjalan mendahului Sang Joon dan Min Ah, agar cepat sampai ke teater tersebut.
Sang Joon cukup kaget melihat hal tersebut. Matanya melebar.
Selesai berjalan-jalan
dengan dinosaurus, mereka menuju kebun binatang dan disambut oleh oleh berbagai
jenis patung binatang, seperti kuda nil. beruang dan harimau. Terdapat pula
perosotan dengan kepala gajah di sana. Di dalamnya juga terdapat banyak
binatang seperti harimau, beruang, kura-kura raksasa dan bahkan musang.
Adis mengedarkan
pandangannya. Orang-orang yang datang ke sana memberi makan binatang-binatang
yang ada dalam kandang. Tidak hanya dengan makanan yang dibeli dari mesin
penjual otomatis, namun juga makanan seperti biskuit yang biasa dilemparkan
oleh anak-anak kecil.
Adis rasa sebenarnya
kebun binatang di sini tidak jauh berbeda dengan Ragunan, hanya saja di sini
lebih bersih dan lebih banyak binatang yang ditangkarkan, yaitu sekitar 600
jenis. Dan juga terdapat beruang kutub!
“Ah, oppa! Oppa! Lihat,
ada beruang!” tunjuk Min Ah dengan suara yang nyaring. Para pengunjung yang
lain menoleh ke arahnya dan tertawa. Sang Joon tampak malu.
“Keu yeoja…”
gumam Pil Seong, “Lebih baik kita pura-pura tidak kenal.”
Adis tertawa dan
mengangguk setuju. Pil Seong ikut tertawa dan Adis mendorongnya. Sang Joon menangkap
adegan itu dan berdeham. Min Ah sendiri belum puas dan terus mencari perhatian
Sang Joon.
“Ya!” kata Sang Joon,
“Hajima.
Kau terlihat seperti orang yang belum pernah ke kebun binatang.”
“Wae? Aku kan senang bisa
ke kebun binatang bersama oppa.” Min Ah tampak mengeluarkan aegyonya
dengan cara menempelkan kedua telunjuknya di pipinya dan menggoyangkan
pinggulnya membelakangi kandang simpanse.
Tiba-tiba saja Min Ah
berteriak karena simpanse di belakangnya menjulurkan tangan dan memegang lengan
Min Ah untuk meminta makanan. Gadis itu merengek pada Sang Joon, namun Sang
Joon hanya tertawa dan dengan tidak peduli ia berlalu. Pil Seong dan Adis
tertawa geli, dan sekali lagi Adis mendorong Pil Seong yang tidak bisa berhenti
tertawa. Sekali lagi, hal itu ditangkap oleh mata Sang Joon.
Pil Seong menoleh dan
mendapatkan Sang Joon tengah memperhatikannya dan Adis dengan wajah kaku.
Laki-laki itu berhenti tertawa kemudian menoleh pada Adis yang tengah melihat
meerkat manor, sejenis mamalia yang bisa berdiri dengan dua kaki belakangnya,
dengan takjub. Kemudian ia menoleh lagi pada Sang Joon dan kemudian tersenyum
jahil. Bibir bawahnya sedikit tergigit saat ia tersenyum.
Kemudian mereka menaiki
bus untuk perjalanan safari. Pil Seong menarik Adis untuk duduk di sebelahnya,
sementara Sang Joon telah ditarik oleh Min Ah untuk duduk bersamanya. Min Ah
masih heboh seperti biasa, dan insiden di depan kandang simpanse sepertinya
tidak memengaruhinya sama sekali. Sementara itu, Adis dan Pil Seong sibuk
menunjuk-nunjuk hewan seperti llama, beruang, jerapah dan sebagainya dari kaca
jendela bus dan memotretnya. Sang Joon memilih diam sambil memperhatikan Adis
dan Pil Seong.
Bagian terakhir yang
mereka kunjungi adalah taman hiburan yang bernama joy land. Joy land merupakan
sebuah area yang di dalamnya terdapat berbagai macam atraksi. Joy land ini
kemudian dibagi menjadi dua, yaitu Iris Plaza dekat air mancur dan
patung-patung untuk bersantai dan Festival Zone yang di dalamnya terdapat berbagai
macam atraksi.
Wahana pertama yang
dinaiki oleh Adis, Sang Joon, Pil Seong dan Min Ah adalah Flume Ride, yaitu
sejenis roller coaster. Flume Ride tidaklah seseram roller coaster dan bergerak
melewati taman yang indah. Setelah itu mereka menaiki Super Viking yang
berbentuk seperti perahu yang diayun selama lima menit. Seperti baisa, Min Ah
menjerit-jerit memanggil oppa-nya, yaitu Sang Joon, yang terkesan cuek dan
tidak memedulikan gadis itu.
Selesai menaiki Super
Viking, mereka menaiki Giant Drop, sejenis wahana yang membawa penumpangnya
naik tinggi kemudian menurunkannya dengan cepat, dan naik lagi selama satu
menit empat puluh detik. Min Ah menarik Sang Joon dengan riang.
“Aku di tengah, dan
oppa di pinggir untuk menjadi pelindungku,” ujarnya sambil duduk di kursi
ketiga.
“Sirhyeo,” ujar Sang
Joon sambil duduk di kursi kedua. “Aku juga mau di tengah.”
Pil Seong menaikkan
sebelah alisnya. Ige mwoya? batinnya. Padahal aku berniat duduk di sebelah
Adis.
Kini hanya tinggal dua
kursi yang masing-masing dipinggir, yaitu kursi pertama dan keempat, karena
satu sisi hanya terdapat empat kursi. Pil Seong kemudian memilih duduk di
sebelah Min Ah, yaitu kursi keempat. Dengan begitu, Adis mendapatkan kursi
pertama, di sebelah Sang Joon.
Min Ah mendelik melihat
Adis duduk di sebelah Sang Joon. Tangannya menunjuk-nunjuk Adis walaupun
pengaman telah dipasang. “Kenapa kau duduk di sebelah Sang Joon oppa?”
Adis menoleh, “Apa aku
punya pilihan?”
“Ya, kau…” Min Ah
kembali menunjuk-nunjuk Adis, namun Sang Joon memukul kecil tangan Min Ah agar
turun. “Oppaaaa~” rengek Min Ah.
Sang Joon hanya melirik
dengan malas.
“Oppaaa~
AAAAAARRRRRRHHHHH!!!!” saat Min Ah mengulangi rengekannya, tiba-tiba Giant Drop
mulai naik dan membuat Min Ah kaget dan berteriak, walaupun wahana tersebut
naik dengan pelan.
Pil Seong yang ada di
sebelah Min Ah menoleh dengan kesal, “Shikkeureo!” katanya.
Lalu tiba-tiba wahana
yang mereka naiki turun dengan kecepatan penuh dan membuat jeritan Min Ah
semakin kencang. Sang Joon menoleh ke sebelah kanannya dan mendapatkan Adis,
yang walaupun tidak berteriak, terlihat memejamkan matanya.
Ketika sekali lagi
wahana itu naik dengan pelan, dan turun dengan kecepatan penuh, Adis kembali
memejamkan matanya karena takut. Takut jika tiba-tiba saja pengaman yang
dikenakannya lepas, dan ia terpental dan mati. Yah, siapa yang tahu. Sampai
tiba-tiba Adis merasa genggaman di tangan kirinya. Ia memberanikan diri untuk
membuka sebelah matanya dan menoleh. Sang Joon sedang menatapnya. Laki-laki itu
tampak tenang dan tidak berteriak atau tampak tegang seperti Pil Seong.
Ketika Adis membuka
kedua matanya, Sang Joon masih menatapnya dan makin erat menggenggam tangannya.
Namun kemudian ia menatap lurus ke depan. Adis terpana, dan rasa takutnya
hilang dalam sekejap. Sang Joon sendiri baru melepaskan genggaman tangannya
pada tangan Adis ketika Giant Drop itu berhenti, dan pengaman yang dipasang
pada tubuh mereka terbuka.
“Ah, anhae!” ujar Min
Ah langsung bangkit meninggalkan Giant drop dengan suara yang cukup keras dan
membuat Pil Seong menjadi kesal.
“Lagipula siapa yang
mengajakmu ke sini? Kau sendiri yang mau ikut.”
Namun Min Ah tidak
memedulikan perkataan Pil Seong dan justru berjalan menuju sebuah kafe.
“Oppa~!” ia melambai-lambaikan tangan pada Sang Joon.
Sang Joon berjalan
dengan gontai. Satu tangannya dimasukkan ke dalam saku celana jeansnya. Adis
berjalan dengan jarak setengah meter di sebelahnya sambil menunduk. Gadis itu
menerka-nerka kenapa Sang Joon menggenggam tangannya tadi. Apa Sang Joon masih
peduli padaku? batinnya.
Di kafe itu mereka
memesan patbingsu. Patbingsu adalah sejenis es serut dengan kacang merah.
Namun, sekarang ini patbingsu biasanya berisikan buah-buahan seperti stroberi,
kiwi, pisang, jeruk, susu kental manis, es krim, yoghurt, potongan kecil kue
beras atau tteok dan juga kacang merah. Min Ah langsung memesan patbingsu
dengan es krim rasa stroberi. Sang Joon dan Pil Seong memesan rasa vanilla
sedangkan Adis rasa teh hijau.
Sang Joon memperhatikan
mangkuk patbingsu Adis yang baru sampai. Gadis itu tidak suka kacang merah yang
menjadi campuran es itu, dan biasanya ia akan memberikannya pada Sang Joon.
Kali ini pun Adis menyisihkan kacang merah yang ada dalam mangkuk esnya.
“Wae?” tanya Pil Seong,
“Kau tidak suka kacang merah?”
Adis menggeleng.
“Biar buatku saja,” Pil
Seong mengambil kacang merah yang disisihkan oleh Adis dan memindahkannya ke
mangkuknya. Sang Joon berdeham melihat hal itu.
₪ ₪ ₪
Seperti hari
sebelumnya, Pil Seong yang mengemudikan mobil ketika pulang. Min Ah langsung
menyeret Sang Joon untuk duduk di jok belakang. Kali ini Sang Joon diam saja
dan membiarkan Min Ah menariknya masuk ke dalam mobil. Pil Seong dan Adis
berdiri diam selama beberapa saat melihat hal tersebut sebelum masuk ke dalam
mobil.
Min Ah melingkarkan
tangannya di lengan Sang Joon dan menyenderkan kepalanya di bahu kiri Sang
Joon. Sang Joon mengelak dan mendorong kepala Min Ah menjauh.
“Oppaaaaa~” rengek Min
Ah.
Sang Joon menghela
napas dan membiarkan Min Ah memeluk tangan dan bersandar pada bahunya. Ia lebih
senang menopangkan siku kanannya pada jendela dan berkelana dalam pikirannya.
Wae keurae?
batin Sang Joon. Apa aku yang salah lihat atau memang Adis dan Pil Seong
menjadi makin dekat? Apa ada unsur kesengajaan? Atau…?
Sang Joon mengusap-usap
bibirnya dengan tangan kanan sambil memperhatikan Pil Seong yang sedang
mengemudi dari belakang. Pil Seong bukannya tidak tampan. Wajahnya mirip Lee
Yong Dae, atlet bulu tangkis kebanggaan Korea Selatan, dengan tinggi 180
sentimeter. Hampir setinggi Sang Joon yang 183 sentimeter. Bukan tidak mungkin
Adis akan tertarik padanya. Ditambah, Pil Seong juga ramah pada gadis itu.
Pil Seong sendiri
melirik aneh pada Sang Joon dari kaca spion. Ia bingung kenapa Sang Joon kali
ini tidak menolak duduk di sebelah Min Ah, dan bahkan membiarkan gadis itu
berlaku semaunya. Wae keurae? batinnya. Lalu ia melirik Adis yang duduk di
sebelahnya dan memilih untuk melihat pemandangan di luar lewat kaca mobil.
Sang Joon sendiri masih
tidak mengerti dan masih memperhatikan Pil Seong yang kini sedang menawarkan
air mineral pada Adis.
Chamkkan,
batin Sang Joon. Apa aku cemburu? Tapi, apa aku punya hak untuk itu?
Tiba-tiba ponsel Sang
Joon berdering. Ia segera menyingkirkan tangan dan kepala Min Ah dari bahu dan
lengannya, lalu mengambil ponselnya itu. Dari ibunya. Ia langsung menjawab
telepon itu.
“Ah, gantungan TOP!”
seru Min Ah berbinar, “Mirip oppa, ya.”
Adis segera menoleh dan
mendapati strap ponsel dengan gantungan TOP yang menggantung di ponsel Sang
Joon. Strap yang yang dibeli mereka dulu. Sang Joon tampak memandang Adis
sesaat, lalu membuang muka dan kembali menjawab telepon dari ibunya.
Dia masih memakainya?
batin Adis.